Kebangkitan Kristus, Masa Depan kita
Ketika suatu kemalangan atau bencana terjadi, kita sering kali bertanya, "Mengapa saya harus mengalami ini? Mengapa ini harus terjadi kepada kami? Mengapa ada penyakit? Mengapa cacat? Mengapa orang itu mati? Atau, kita akan protes, menolak, bahkan berusaha menyangkalnya dengan berteriak, "Tidak, tidak ...!!!" Namun, sebagai pengikut Kristus, sudah benarkah reaksi kita ini? Sudahkah karya kebangkitan-Nya berdampak dalam kehidupan kita?
KETIDAKSEIMBANGAN SALIB DAN KEBANGKITAN KRISTUS
Yesus tidak hanya menebus umat manusia dengan wafat-Nya, tetapi juga dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Sebab, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kebangkitan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." (1 Korintus 15:14-17)
Kebangkitan-Nya itulah yang memberi makna pada wafat-Nya, sementara wafat-Nya memberi makna pada kebangkitan-Nya. Wafat dan kebangkitan merupakan hal hakiki dan tidak dapat dipisahkan dalam karya penebusan Allah. Oleh karena itu, kita mutlak harus memberikan nilai dan kepentingan yang sama pada wafat dan kebangkitan Yesus.
Luis M. Bermejo dalam bukunya "Makam Kosong" mengingatkan kita akan sesuatu yang salah dalam iman Kristen kita, yaitu bahwa selama berabad-abad, orang Kristen telah tidak seimbang dalam hal memahami kematian dan kebangkitan Kristus. Kita semua lebih banyak memberi perhatian hanya pada salib.
Salib telah menempati posisi mencolok dalam kehidupan orang Kristen: gereja memakai tanda salib sebagai simbol imannya, orang Kristen mengenakan kalung salib, ada ordo yang memakai nama salib, saudara-saudara kita yang Katolik berdoa dengan membentuk tanda salib sambil menyebut nama tiga Pribadi Tritunggal Allah. Pada peringatan masa kesengsaraan Tuhan, di banyak gereja, orang-orang Kristen yang saleh mengikuti perjalanan sengsara Yesus dengan berdoa dan melakukan proses "jalan salib". Rasanya, hampir dalam segala hal, tanda yang dipilih adalah salib. Ada kesan bahwa keselamatan diselesaikan di atas salib, kesengsaraan, dan wafat Kristus. Oleh karena itu, kekristenan dengan tepat disebut sebagai "agama salib". Kebangkitan diabaikan atau paling tidak dikecilkan sampai pada ukuran yang memprihatinkan. Jelas ketidakseimbangan itu akan berdampak pada kerohanian kita. Misalnya saja, kehidupan Kristen menjadi kurang bersukacita karena pemusatan perhatian pada salib tanpa sadar telah menyebarkan iklim kemuraman pada wajah kekristenan kita. Apakah Anda setuju dengan pengamatan Luis di atas?
Menurut Anda, apa dampak terbesar dari ketidakseimbangan di atas dalam hidup kerohanian Anda?
MENGANTISIPASI MASA DEPAN KITA
Rasul Yohanes menulis di dalam suratnya: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya." (1 Yohanes 3:2)
Memang benar apa yang Rasul Yohanes katakan di atas. Kita tidak tahu seperti apa keadaan kita kelak, yang sempurna seperti Kristus itu. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak tahu apa-apa. Karena kehidupan Kristus pada masa lampau adalah bagian dari bentuk kehidupan kita pada masa datang. Maka, walaupun secara sangat terbatas, kita dapat mengetahui seperti apakah hidup seperti Kristus itu.
Untuk itu, cobalah meluangkan waktu untuk membaca kitab Injil secara menyeluruh dalam satu kali pembacaan sehingga kita dapat melihat dan menemukan Yesus seutuhnya menurut penggambaran Injil tersebut.
Tanyakan pada diri Anda, dari apa yang Anda temukan pada Yesus, apakah yang paling mengesankan Anda.
Bayangkan dalam benak Anda, bagaimana Anda menjalani kehidupan ini dengan kualitas-kualitas Yesus yang mengesankan Anda tadi. Itu bukan sekadar imajinasi atau fantasi, tetapi kelak itulah mutu kehidupan yang kita miliki.
Judul buku | : | Perjumpaan dengan Salib Kristus |